“Saya telah terlibat dalam merekrut mahasiswa katolik agar menjadi bagian dari identitas Bayangkara gereja dan Nusa, serta berpartisipasi dalam berbagai gerakan sosial seperti diskusi dan demonstrasi. Bahkan, saya dengan tulus dan sepenuh hati telah mengabdikan waktu selama 8 tahun sebagai aktivis PMKRI. Setelah mengakhiri peran saya dalam perhimpunan tersebut, saya mencoba mengaplikasikan diri dalam beberapa profesi dan pekerjaan,” Demikian ungkap Eman dalam sebuh perbincangan dengan media ini, sebagaiman dilansir dari media sinergisatu.com
Eman juga mengatakan, bahwa sebagai seorang intelektual, dirinya berpegang teguh akan prinsip intelektual populis. Dan, sebagai seorang aktivis, ia selalu setia dengan kesadaran perlawanan terhadap ketidakadilan.
“Bagi saya, memilih untuk maju dalam dunia politik adalah pilihan yang tepat karena saya memiliki kapasitas untuk menjalankan tugas tersebut,” ujarnya.
Lanjutnya, meski demikian, politik tidaklah seideal seperti yang dibayangkan oleh seorang aktivis, dan kekuatan politik memainkan peranan penting dalam hal ini.
“Politik adalah seni yang sarat dengan drama, konflik, dan emosi yang kadang – kadang bisa membuat seseorang merasa jijik. Tetapi hal ini tetap menjadi rebutan oleh banyak orang.
Meskipun begitu, sebagai seorang aktivis, saya tetap berpegang pada idealisme yang harus saya jaga. Kita tidak harus hidup dalam dunia yang ideal, tetapi kita harus memiliki idealisme,” imbuhnya.
Eman mengaku, bahwa dalam menjalankan perjuangan politik ia memiliki dua tesis yang menjadi pijakan.