Opini – Sikap yang ditunjukan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) dalam kasus umpatan “monyet” di Sumba Timur yang tersebar melalui video di berbagai media sosial (medsos) belum lama ini, merupakan bentuk ketegasan sikap seorang penguasa (pemimpin) berbasis aturan dan hukum.
Menurut berbagai sumber versi pendukung VBL, lahan di Kabaru, Sumba Timur tersebut memang dulu telah diserahkan rakyat menjadi aset pemerintah.
Selanjutnya masyarakat NTT menunggu; apakah setelah sikap tegas Gubernur tersebut, kegiatan investasi yang direncanakan akan berlanjut dengan optimal, produktif dan terukur atas lahan tersebut. Atau sebaliknya?
Dengan tegas pula, Gubernur VBL mengungkapkan bahwa rencana kegiatan usaha dan investasi sapi Wagyu di lahan tersebut, kelak akan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat, khususnya di wilayah tersebut. Pernyataan ini menunjukkan visi kebijakan VBL.
Pencitraan yaitu kesan publik atas peristiwa umpatan “monyet” di Sumba, bahwa Gubernur VBL merupakan pemimpin yang tegas dan bijak, di samping tentu saja defisit dalam hal etika komunikasi, pemberang.
Fortiter in re suaviter in modo!
Klaim atas kekuasaan yang paling primitif biasanya berlatar fisikal seperti ketajaman taring, kekuatan otot dan kekerasan kepalan.