Menjadi guru dan pendidik adalah sebuah panggilan, ditanggapi dengan komitmen yaitu kesediaan untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Komitmen seorang guru katolik adalah setia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan lebih dari itu setia pada ciri khas katolik. Dan komitmen itu tidak bisa diwujudkan sebagai individu, karena untuk hal itu butuh jejaring dan kerja sama dengan banyak pihak, karena kemajuan teknologi saat ini memudahkan kita untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan bercirikan katolik
Demikian hal ini disampaikan Pater. Andreas B. Atawolo, OFM Ketika menjadi pembicara pada Hari Study Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) yang berlangsung di Bogor pada Jumat 17 Maret 2023. Kegiatan tersebut dihadiri kurang lebih 200 orang utusan dari sekolah – sekolah katolik se – Indonesia
Pada kesempatan itu, Pater. Andreas juga menyebut untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang berciri khas katolik dibutukan motivasi pribadi dari dalam diri untuk menjalani profesi ini sebagai seorang katolik, tidak hanya itu, menurutnya, orang yang professional dalam tugasnya tentu memerlukan motivasi eksternal dan yang paling penting adalah ia sendiri yang menentukan pilihannya sebagai seorang guru
Sebagai seorang pengajar, pendidik juga pewarta dalam sekolah katolik, selalu menggabungkan pekerjaan pendidikan mereka dengan pewartaan injil yang eksplisit adalah sumber yang paling berharga bagi evanglisasi budaya. Katanya “di negara – negara atau kota – kota yang situasinya bermusuhan menentang kita untuk kreativitas yang lebih besar dalam pencarian kita untuk metode yang cocok”
Muara akhir dari pendidikan adalah anak didik, sehingga dengan begitu mereka dapat mengembangkan kemampuan berupa bakat – bakat fisik, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan budaya secara harmonis. Dengan demikian mereka memiliki rasa tanggung jawab yang matang untuk mampu menggunakan kemampuannya dalam partisipasi aktif membangun kehidupan yang baik dalam relasi dengan Tuhan, alam semesta dan sesama
Paus Fransiskus pernah menyampaikan tentang pentingnya pendidikan ekologis pada komunitas – komunitas pendidikan katolik. Untuk mewujudkan itu harus ada peran “penting keluarga yang adalah sanggar budaya kehidupan, dan tempat pembinaan yang integral” dalam keluarga ditanamkan kebiasaan awal untuk mencintai dan melestarikan hidup, seperti penggunaan barang secara tepat, ketertiban dan kebersihan, rasa hormat akan ekosistem local dan kepedulian terhadap semua makluk ciptaan Tuhan
Katanya selain keluarga, pendidikan ekologis harus menjadi tanggung jawab semua komunitas kristiani. Pendidikan estetika juga menjadi penting,karena dengan begitu dapat membentuk rasa kagum pada alam agar alam tidak hanya menjadi objek konsumsi. Rasa kagum pada alam dapat menumbuhkan relasi dengan alam, sehingga paradigma konsumerisme dapat dilawan.
Sementara itu kepala SMAK Frateran Surabaya, Fr. William Satel Sura, Bhk, S.Pd, MM ketika dimintai tanggapan terhadap kegiatan ini, mengatakan pada prinsipnya kita sangat mendukung penuh kegiatan ini sekaligus memberi apresiasi yang luar biasa terhadap ide dan gagasan dalam kegiatan ini, kami yakin output dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan sekolah – sekolah katolik sesuai misi gereja katolik dalam bidang pendidikan
Fr. William juga berharap, semua peserta kegiatan ketika pulang ke masing – masing daerah dapat mengimplementasikan gagasan besar yang didapat dalam kegiatan ini (***)
Discussion about this post