Ketahanan ideologi Pancasila kembali diuji ketika dunia masuk pada era globalisasi di mana banyaknya ideologi alternatif merasuki ke dalam segenap sendi-sendi bangsa melalui media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa.
Nilai-Nilai Pancasila dalam Era Globalisasi bertempat di Ruang, Melkianus Pote Hadi mengatakan, Pancasila sejatinya merupakan ideologi terbuka, yakni ideologi yang terbuka dalam menyerap nilai-nilai baru yang dapat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup bangsa. Namun, di sisi lain diharuskan adanya kewaspadaan nasional terhadap ideologi baru. Apabila Indonesia tidak cermat, maka masyarakat akan cenderung ikut arus ideologi luar tersebut, sedangkan ideologi asli bangsa Indonesia sendiri yakni Pancasila malah terlupakan baik nilai-nilainya maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Melkianus Pote Hadi menjelaskan mengenai tantangan yang dihadapi saat ini. Tantangan pertama adalah banyaknya ideologi alternatif melalui media informasi yang mudah dijangkau oleh seluruh anak bangsa seperti radikalisme, ekstremisme, konsumerisme. Hal tersebut juga membuat masyarakat mengalami penurunan intensitas pembelajaran Pancasila dan juga kurangnya efektivitas serta daya tarik pembelajaran Pancasila.
Kemudian tantangan selanjutnya adalah eksklusivisme sosial yang terkait derasnya arus globalisasi yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas, gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA. Bonus demografi yang akan segera dinikmati Bangsa Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda di tengah arus globalisasi.
Pada kesempatan tersebut Melkianus juga memberikan rekomendasi implementasi nilai-nilai Pancasila di era globalisasi. Pertama, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang menarik bagi generasi muda dan masyarakat.
Rekomendasi selanjutnya adalah membumikan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan dan/atau pembelajaran berkesinambungan yang berkelanjutan di semua lini dan wilayah. Oleh karena itu, Melkianus menganggap perlu ada kurikulum di satuan pendidikan dan perguruan tinggi yaitu Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (P3KN). Analis Kebijakan Direktorat Sekolah Menengah Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) Dr. Juandanilsyah, S.E., M.A., menjelaskan bahwa Pancasila saat ini diajarkan dan diperkuat melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dengan penekanan pada teori dan praktik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh perkembangan global juga berdampak pada anak-anak.
Tantangan Generasi Muda Sebagai Agen Perubahan Kekinian
Usia muda adalah usia produktif. Pada usia produktif tersebut, kaum muda dapat memainkan peran penting dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada era ini, di mana dunia terikat dengan perkembangan teknologi digital, generasi muda diharapkan dapat berada di garis depan untuk melakukan perubahan, inovasi, pembangunan dan perdamaian
Kaum muda, yang saat ini diwakili oleh generasi Milenial dan generasi Z, merupakan kelompok masyarakat yang paling dekat dengan teknologi digital. Sehingga mereka memiliki kreativitas yang lebih tinggi, rasa percaya diri yang lebih besar, akses informasi yang lebih mudah, pandangan yang lebih inklusif, serta memiliki jaringan yang lebih luas. Keunggulan-keunggulan tersebut dapat “menyulap” generasi muda menjadi para pembelajar yang mandiri, pengusaha-pengusaha yang sukses, relawan-relawan yang berkesadaran, serta pemimpin yang lebih independen. Namun demikian, digitalisasi juga memunculkan sejumlah tantangan bagi generasi muda untuk melakukan perubahan bagi bangsa. Setidaknya terdapat lima tantangan bagi generasi muda di era digital untuk disikapi secara bijak.
Pertama, Tantangan Dominasi Teknologi. Kehadiran teknologi semakin dominan dalam kehidupan masyarakat, baik dari aspek skala, cakupan, serta dampaknya. Hal ini telah melahirkan disrupsi digital. Munculnya sistem otomatisasi, kecerdasan buatan dan internet of things (IoT) diperkirakan akan menghilangkan banyak jenis pekerjaan yang selama ini telah mapan. Beberapa contoh paling nyata di antaranya adalah kasir, teller bank, resepsionis, pengantar surat, operator telepon, agen perjalanan, telemarketer, penginput data hingga reporter.
Menurut peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, jenis pekerjaan yang akan terganggu karena kehadiran teknologi digital adalah bidang manufaktur (60%), transportasi dan pergudangan (63%), perdagangan retail (50%), pertanian, kehutanan, perikanan dan perburuhan (49%), serta konstruksi (45%). Meski ditenggarai bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut bukanlah jenis pekerjaan dengan keterampilan terbatas, namun hilangnya pekerjaan-pekerjaan tersebut memberi dampak di berbagai sektor. Oleh karenanya ke depan saingan terbesar yang perlu diwaspadai generasi muda bukan para individu-individu dari lulusan kampus ternama, melainkan teknologi terapan termutakhir. Solusi yang harus dilakukan oleh generasi muda adalah meningkatkan wawasan intelektualitas, kepedulian sosial dan integritas.
Kedua, Tantangan Negara-Negara Emerging Market. Negara yang dijuluki sebagai negara emerging market adalah negara-negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi, industrialisasi dan modernisasi sangat cepat. Contohnya adalah Cina, India, Meksiko, Brazil dan Turki. Dampaknya, para pelaku usaha dunia akan fokus pada negara-negara emerging market tersebut. Sehingga terdapat kegamangan jika ke depan Indonesia hanya akan kembali menjadi penonton dan bukan pemain utama. Ini tantangan besar yang berada di pundak seluruh elemen bangsa, terutama generasi muda. Solusi atas tantangan ini adalah meningkatkan kemampuan berinovasi, mengembangkan kreativitas, membangun jaringan yang kuat, meningkatkan etos kerja dan menumbuhkan semangat bergotong royong.
Ketiga, Tantangan Globalisasi. Globalisasi dapat berarti menipisnya batas-batas negara. Melalui teknologi digital dan internet, manusia semakin terkumpul dalam satu ruang yang disebut desa global (global village). Salah satu dampaknya adalah menurunnya kualitas nasionalisme pada suatu bangsa. Tanpa kualitas nasionalisme yang baik, maka suatu bangsa akan mengalami kerentanan, baik dari sisi politik, sosial, maupun budaya. Dari sisi budaya misalnya, segala kekayaan budaya nasional Indonesia akan tergerus oleh budaya global, contoh kecilnya adalah tergerusnya makanan tradisional oleh McDonald’s, musik tradisional oleh BTS, atau ucapan “salam” yang digeser oleh “Yo, what’s up, dude.” Solusi atas tantangan ini adalah meningkatkan rasa nasionalisme, integritas dan wawasan kebangsaan.
Keempat, Tantangan Keamanan. Kaum muda rentan dengan keamanan di dunia maya. Tidak sedikit kaum muda yang menjadi korban perudungan (cyber-bullying), kekerasan seksual (sexual harassment), penipuan online, atau perdagangan manusia (human trafficking). Solusi atas tantangan ini adalah dengan meningkatkan privasi, keamanan digital, tidak gampang tergoda membagikan identitas pribadi dan selalu berhati-hati saat bersosialisasi di jejaring sosial.
Kelima, Tantangan Moral, Etika dan Agama. Penggunaan teknologi sosial memunculkan tantangan serius pada masalah moral, etika bahkan agama. Kondisi ini oleh Salma Abbasi dan Myra Manawar disebut sebagai “kerentanan kompleks” (complex vulnerabilities) yang dapat melahirkan tindakan melakukan ujaran kebencian, hoaks, misinformasi, dan bahkan brainwashing. Solusi atas tantangan ini adalah meningkatkan literasi digital, mengedepankan etika saat berada di dunia maya, menghormati keyakinan dan pendapat orang lain, serta tidak mudah termakan oleh informasi yang tidak jelas sumbernya.
Sejumlah tantangan tentu saja bukan tanpa solusi. Generasi muda harus bersedia secara sadar untuk menciptakan solusi-solusi itu agar mampu mengubah tantangan menjadi potensi dan kesempatan. Sebagai agent of change (agen perubahan), kaum muda tidak dapat lagi berpikir linear (satu arah), melainkan mesti berpikir sirkular (dari segala arah). Dimulai dari memikirkan kebaikan diri sendiri, kebaikan keluarga, kebaikan lingkungan, kebaikan bangsa dan kebaikan negara. Dengan melakukan hal tersebut, kaum muda dapat menjadi agen perubahan yang sesungguhnya. Para agen yang pernah sangat digandrungi oleh presiden pertama Republik Indonesia, Presiden Soekarno, ketika berpidato dan mengatakan, “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan ku guncang dunia.
Pemuda Berpeluang Untuk Berperan Penting
Pemuda memiliki beberapa peranan yang harus dilakukan sebagai generasi penerus bangsa, yaitu :
Agent of Change
Sebagai agen perubahan, pemuda Indonesia memiliki peranan untuk menjadi pusat dari kemajuan daerah ini. Hal ini dapat dilakukan melalui pengadaan perubahan dalam lingkungan masyarakat ke arah yang lebih baik, seperti melalui upaya saling memotivasi dan mendorong adanya kemajuan di dalam masyarakat.
Agent of Development
Sebagai agen pembangunan, pemuda memiliki peranan melancarkan atau melaksanakan berbagai macam pembangunan di berbagai bidang, seperti dalam bidang kebudayaan dengan memperkenalkan kebudayaan tersebut ke dunia internasional.
Agent of Modernizations
Sebagai agen pembaruan, pemuda daerah mempunyai peranan untuk mempertahankan identitas budaya dengan tetap mengikuti dinamika di era modern seperti sekarang. Misalnya, perkembangan teknologi yang semakin maju dalam berbagai bidang dapat menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang tidak tertinggal dalam bidang teknologinya. Tapi, hal ini juga memunculkan masalah baru, yaitu mudahnya budaya luar masuk ke bangsa ini. Itu semua adalah tantangan pemuda sebagai agen pembaruan.
Hal lain juga membangun Pendidikan, Pendidikan adalah fondasi dari segala hal. Tanpa pendidikan, pemuda akan sulit menjalankan perannya sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini dikarenakan pendidikan perlu ditanamkan sejak dini kepada pemuda agar kelak mereka dapat meningkatkan dan meratakan mutu pendidikan, terutama di daerah terpencil.
Kita harus memiliki Semangat Juang yang Tinggi, saya salut beberapa aktivis perempuan yang konsern terhadap pendidikan, seperti di lamboya ada EGK English Goes To Kampung, ada di SBD seperti sekolah Alam Dyatame dan masih banyak lagi, ini bukti semangat anak muda. Dalam diri setiap pemuda, harus ada sikap tidak mudah menyerah, menjaga persatuan dan kesatuan, serta cinta tanah air.
Jadi kunci kesuksesan negara ini ada di tanganmu pemuda-pemudi daerah, maka sadar untuk tingkatkan peranmu dan ketahui fungsimu di daerah ini. Lalu terapkanlah sebagai mana mestinya. Sudah waktunya pergerakan-pergerakan pemuda/i kembali bangkit. Kita adalah pemegang tumpuk perjuangan. Berjuanglah untuk mengembalikan rasa keadilan bagi seliuruh rakyat Indonesia.