(Sebuah refleksi)
Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk, M. Pd.
Ka SMPK Frateran Ndao
“Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”…SM Mochtar
Opini_Sejarah hari ibu pertama kali dirayakan di Amerika Serikat pada tahun 1908, ketika Anna Jarvis mengadakan peringatan atas kematian ibunya di Grafton, West Virginia. Hari Ibu di Amerika Serikat diadakan setiap tahun pada hari Minggu kedua di bulan Mei. Warga Amerika Serikat merayakan hari ini, untuk menghargai ibu ataupun orang-orang yang menjadi sosok ibu dalam hidup mereka. Tak cuma di Amerika Serikat, hari ibu juga dirayakan oleh negara-negara lainnya di dunia. Hanya saja, tanggal perayaan hari ibu berbeda setiap negara.
Mayoritas negara seperti, Australia, Kanada, Jepang, dan puluhan lainnya memilih untuk merayakan hari ibu di pekan kedua bulan Mei.
Sementara, negara-negara lain biasanya memiliki tanggal perayaan hari ibu yang disesuaikan tradisi masing-masing.
Di Indonesia hari ibu dirayakan secara nasional pada tanggal 22 Desember bertepatan dengan ulang tahun ke-25 hari pembukaan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama, yang digelar dari 22 hingga 25 Desember 1928, di Yogyakarta. Tanggal ini diresmikan oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, setiap tanggal 22 Desember, kita memperingati hari ibu. Dan tema hari ibu tahun 2021 adalah “PEREMPUAN BERDAYA, INDONESIA TANGGUH”. Tema ini tentunya bermakna, bahwa perempuan bukanlah makhluk yang lemah dan peran mereka juga bukan lah kelas kedua, melainkan memiliki peran sentral dalam kehidupan, entah dalam keluarga, “dunia”, dan dalam sejarah keselamatan umat manusia, yakni Maria Ibunda Yesus atau nabi Isa. Oleh karena itu, di tanah air hari ibu selalu diperingati 3 hari sebelum hari NATAL. Entah suatu kebetulan atau tidak, terlintas dalam benak saya, teringat akan sosok seorang ibu yakni Maria, yang melahirkan Yesus atau nabi Isa. Kita melihat bagaimana peran seorang gadis belia Nazaret, yang bernama Maria dalam karya keselamatan Allah di dunia. Maria telah dipilih Allah untuk melahirkan Yesus atau Nabi Isa ke dunia. Peran Maria ibu Yesus, dalam sejarah keselamatan umat manusia telah menggambarkan atau melukiskan betapa pentingnya peran seorang wanita yang kemudian menjadi ibu dari seorang anak, dalam kehidupan. Sejenak kita merenungkan, bagaimana Maria ibu Yesus menyertai serta turut serta dalam kehidupan putra-nya Yesus mulai dari Bethlehem, peristiwa NATAL (kelahiran Yesus) sampai peristiwa Golgota (kematian Yesus). Maria ibu Yesus selalu menyertai Putra-nya, termasuk di saat-saat tersulit dalam kehidupan putra-nya dalam peristiwa penyaliban di bukit golgota, ibu yesus tetap setia berdiri di kaki salib putra-nya. Inilah wujud KASIH Maria ibu Yesus, kepada Yesus putra-nya. Sejak dalam kandungan, kelahiran sampai kematian, KASIH, seorang ibu kepada anaknya, tak terhingga.
Demikian juga halnya, dengan para ibu masa kini, perannya sama dengan peran Maria ibu Yesus. Kasih sayang seorang ibu, tiada tara dan tiada duanya, sangat berbeda dengan kasih sayang seorang ayah tentunya. Tanpa mengecilkan peran seorang ayah, seorang ibu adalah simbol kehidupan keluarga. Mengapa?Karena peran ibu dalam keluarga terasa “bikin hidup lebih hidup”. Mungkin terlalu bombastis kalau saya katakan kehadiran dan peran seorang ibu dalam keluarga menjadikan keluarga lebih sempurna. Seorang ibu dalam keluarga adalah bak “pahlawan”, dia bisa juga berperan sebagai seorang ayah dengan sangat sempurna. Karena itu seorang ibu, saat suami telah tiada, maka “dia” biasa disebut dengan “single parent” dan sebaliknya, saat istri atau ibu dari anak-anak telah tiada, seorang ayah tidak lazim disebut sebagai “single parent”. Sebutan ibu sebagai orang tua tunggal (single parent), lantaran seorang ibu bisa berperan ganda, baik sebagai seorang ayah, maupun sebagai seorang ibu bagi anak-anak. Sedangkan seorang ayah, harus diakui, dia tidak bisa berperan secara sempurna seperti seorang ibu dalam keluarga. Seorang ibu dalam keluarga memang sungguh luar biasa, tidak tertandingi dan tak tergantikan perannya oleh siapapun. Sesungguhnya seorang ibu dengan intuisinya, jauh lebih memahami situasi rumah tangga, dan juga dengan mata batinnya mampu mengenal dan melihat dengan tajam situasi hati dan perasaan putra/i dari pada seorang ayah. Karena itu, jika seorang ibu disebut sebagai ibu bijak, ada benarnya juga, sebab dia lebih memahami dan menyelami situasi hati dan perasaan anak dan keluarganya dari pada seorang ayah. Ibu lebih menggunakan HATI (perasaan) dalam memutuskan sesuatu dalam keluarga, dari pada seorang ayah yang lebih menggunakan rasionalisasi (akal).