Daerah

Pire Te’u Adalah Warisan Budaya Yang Perlu Dilestarikan

×

Pire Te’u Adalah Warisan Budaya Yang Perlu Dilestarikan

Sebarkan artikel ini

Ende, gesstur.id – Malam minggu itu, tidak sama dengan malam minggu sebelumnya, malam itu penuh dengan segala persiapan, sejak pukul 20.00 wita, lampu semua sudah dipadamkan, suara bisikan warga di kampung itu tidak terdengar lagi, ternyata malam itu adalah malam awal menuju ritual adat Pire Te’u untuk tanah persekutuan adat Detukeli

Kampung Aewora bak hidup di tahun 1980an yang belum tersentuh oleh terangnya Perusahaan Listrik Negara (PLN), namun bukan itu soalnya, tapi padamnya listrik di sekitar Aewora adalah demi terlaksananya budaya Pire Te’u alias budaya pengusiran hama kebun

Mulai malam itu juga, semua larangan (Pire) diberlakukan, menjelang subuh, acara Rago Te’u mulai di gelar berdasarkan instruksi dari pihak Pu’u Tubu Fi’i Kanga Detukeli. Semua masyarakat adat (Anakalo Fai Walu) ramai – ramai usir tikus secara simbolis menuju ke laut, acara itupun berlangsung lancar

Ketika sang fajar mulai berada di ufuk timur kampung Aewora, Ana Kalo Fai Walu mulai bergegas ke pantai untuk seharian penuh berada di pantai, aktivitas inipun berlangsung kurang lebih selama tiga hari sejak minggu 31 Oktober 2021 hingga selasa 2 November 2021

Baca Juga:  Kades Dan Bendahara Desa Racang Welak Di Tetapkan Sebagai Tersangka Atas Dugaan Korupsi Dana Desa

Pire Te’u adalah budaya warisan leluhur, boleh dibilang kearifan lokal yang harus tetap di jaga keasliannya, budaya ini adalah budaya pengusiran hama kebun, sehingga Ana Kalo Fai Walu yang kerja kebun tidak di serang oleh hama Tikus, ini menurut kepercayaan yang diwariskan oleh para leluhur kita” Ungkap Yulias Mangu, salah satu tubuh mosalaki Dai Ma’u Enga Nanga Aewora, yang sedang menjabat kepala desa itu

Menurut Lius, ada sejumlah larangan (Pire) dalam urusan ritual adat ini, jika sang surya sudah mulai pancarkan sinarnya ke kolong langit ini, maka Ana Kalo Fai Walu dilarang untuk, sisir rambut dalam rumah, kukur kelapa dalam rumah, singkatnya aktivitas dalam rumah dilarang, boleh beraktivitas hanya di luar rumah, tapi yang lebih bebas hanyalah di pantai, makanya selama tiga hari sejak minggu 31 Oktober 2021 hingga selasa 2 November 2021 semua masyarakat Aewora bersenda gurau di pantai

Baca Juga:  Sembilan Fakta Menarik Tanjung Kajuwulu Yang Perlu Anda Ketahui

Budaya pengusiran hama kebun ini, kurang lebih 26 tahun tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena satu dan lain hal, namun tidak berarti budaya ini punah, semangat para pewaris budaya leluhur ini yang membuat ritual adat pengusiran hama kebun ini kembali digelar

Pire Te’u atau pengusiran hama kebun, dengan doa adatnya “Kobe Mae Koe, Leja Mae Kana, Kobe Koe Gena Bole, Leja Kana Gena Senda” adalah doa adat yang cukup sakral dalam urusan pengusiran hama kebun terutama tikus dalam versi kepercayaan orang Lio

Namun sebelum acara ritual adat Pire Te’u digelar tiga hari sebelumnya para mosalaki melaksanakan upacara Jengi Soko, upacara ini memberi pesan kepada Ana Kalo Fai Walu untuk segera melakukan persiapan ladang atau kebun karena musim tanam sudah dekat

Upacara ini para mosalaki memanjatkan doa adat atau batu nau “Nggae Dewa gheta liru bewa, du’a bapu ata mata ghale wena tana, miu eo mata mulu no’o eo mata wa’u muri, kami gha ohw jengi soko, si ohw ghele welu lau moi, to’o ghele tanah ndori watu wase ghele ulu be’i keli eko bega gha mau, leja ina kami jengi soko, du’a miu mulu kami baru ndu, du’a miu dheko kami jejo, kami pati miu ka, ti’i miu minu, leja ina riwu ngasu mai bou mondo dowa, ana kalo fai walu kobe no wesia leja wengi rua, mo kema tau uma rema, mo gaga bo’o kewi ae, we bo’o tenga bo, bhanda nggera pepa, rina ria ba bewa pombo ghele wolo, mbaka ghawa wena, nitu mae mega pa’i mae jawo, bhanda pere leka lera, bo’o tenga bo” Ini doa adat untuk jengi soko juga yang dinilai sangat sakral (AAS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *