Petrus Selestinus menambahkan Polres Kota, Walikota dan DPRD dan Tokoh Masyarakat Kota Kupang, harus proaktif mengambil langkah cerdas, melokalisir isu ini, jangan biarkan isu ini menjadi bola liar dan ditunggangi oleh berbagai kepentingan politik. Dorong Yeskial Loudu, Perwakilan Pendemo dan Pihak terkait lainnya, agar selesaikan permasalahan ini, dalam semangat adat dan budaya setempat.
Jika dengan Adat Budaya setempat tidak terdapat titik temu, maka peran akomodasi selanjutnya melalui Restorative Justice atau Keadilan Restoratif, karena konsep Restorative Justice, juga memiliki karakter dan semangat yang berakar pada adat budaya lokal, hanya mekanismenya yang berbeda dengan Hukum Adat setempat.
UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, merupakan wujud nyata komitmen negara untuk melindungi segala warga negara dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis.
Selain itu ia juga mengatakan Adanya diskriminasi ras dan etnis dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hambatan bagi hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan, dan kehidupan bermata pencaharian di antara warga negara yang selalu hidup berdampingan.
Oleh karena itu UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dengan tegas melarang dan mengancam dengan pidana penjara bagi setiap orang yang melalukan kejahatan dikriminasi Ras dan Etnis.
Dalam perkembangan selanjutnya soal Sara ini diperkuat lagi dalam ketentuan pasal 45A ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 Tentang ITE yang mengancam dengan pidana penjara bagi setiap orang yang menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan rasa kebencian individu atau kelompok masyarakat berdasarkan sara. (Gstr/Team)