Prof. Muhammad Said menyebutkan lagi, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), misalnya harus diakui dan diterima kontribusi konstruktifnya dalam meningkatkan perbaikan dan kualitas diri, serta membawa kemudahan dalam seluruh sektor kehidupan. Tapi pada sisi lain, ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan nasionalnya begitu dahsyat seperti terjadi transmisi ideologi non-Pancasila yakni kapitalisme, komunisme, dan ideologi agama.
“Begitu pula Jaringan narkoba merusak jiwa dan masa depan anak bangsa, serta pornografi yang merusak prefrontal cortex (PFC) dimana berfungsi sebagai filter moral. Bahkan, dampaknya lebih luas; secara ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan ketahanan keamanan,” tegas Prof. Muhammad.
Ditambahkan Prof. Muhammad Said lagi dalam akhir diskusi santai bahwa kita mempunyai beberapa tugas berat hari ini dan kedepan. Pertama, merawat dan mengembangkan kemerdekan dengan cara edukatif dan dalam koridor etika dan moral Pancasila.
Kedua, “Ego diri” sebagai penjajah terbesar harus ditaklukkan untuk kemerdekaan diri dan keselamatan, dan persatuan Indonesia.
Ketiga, Bela Negara (Hubbul wathan) sesuai profesi adalah tanggungjawab yang harus kita tingkatkan; bukan memangku senjata untuk berperang.
Keempat, menghindari tafsir sempit makna terma Jihad dan Kafir pada orang lain yang berbeda dengan kita agar tidak lagi terjadi kekerasan dan pembunuhan atas nama agama dan Tuhan.
Kelima, para pemimpin nasional dan daerah meninggalkan legacy, role model dalam tata kelola negara dengan memprioritaskan kepentingan rakyat dan menepikan kepentingan personal, keluarga dan kelompok.
Keenam, Partai Politik harus berfungsi sebagai media pendidikan politik dan demokrasi, mengkader generasi muda agar memiliki jiwa nasionalisme, patriotisme, dan wawasan kebangsaan yang kuat sebagai modal akselerasi Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terkuat keempat dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika. (***)