Daerah

Tinggalah Di Dalam Aku (Yoh. 15: 4)

×

Tinggalah Di Dalam Aku (Yoh. 15: 4)

Sebarkan artikel ini

Dampak positif digitalisasasi, adalah:

Menghubungkan Orang di Seluruh Dunia
Penyebaran Informasi yang Cepat
Munculnya Media Sosial
Sarana Berbagi File
Memajukan Dunia Pendidikan
dll

Sedangkan dampak negatif dari digitalisasi adalah:
Komunikasi keluarga menjadi berkurang
Adanya budaya malas belajar karena pengaruh penggunaan teknologi digital
Adanya penipuan digital yang mengatasnamakan orang lain
Egois dan tidak peduli sesame di sekitar kita
Bisa lupa waktu
Munculnya budaya instan
dll

Millenial

Dalam istilah latin, milenial (millennium) yang berarti periode 1000 tahun. Dan saat ini kita berada dalam milenium ke-3. Dan dalam sejarah kontemporer, milenium ke-3 Masehi dalam Kalender Gregorian adalah mencakup tahun 2001 hingga 3000 (abad ke-21 hingga ke-30). Studi masa depan yang sedang berlangsung berusaha untuk memahami apa yang kemungkinan besar akan terjadi dan hal-hal apa yang kemungkinan akan berubah selama periode ini dan seterusnya. Dan saat ini kita mendengar istilah generasi milenial, istilah yang berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya.
Kaum milenial sering disebut sebagai “anak zaman now” dengan perilaku yang khas. Namun, pelabelan kaum milenial tidaklah sepenuhnya benar. Agar tidak tertukar dalam penggunaannya, kita harus tahu generasi manusia sesuai dengan periode kelahirannya, yakni generasi baby boomer adalah generasi yang lahir pada tahun 1946 hingga tahun 1964. Dinamakan baby boomer, karena angka kelahiran bayi yang sangat besar seperti boom setelah berakhirnya Perang Dunia II. Generasi X adalah generasi yang lahir sekitar tahun 1965 hingga tahun 1980. Generasi X sering disebut dengan baby bust dikarenakan penurunan angka kelahiran bayi yang signifikan dibandingkan generasi baby boomer sebelumnya. Generasi X tumbuh di masa perkembangan teknologi yang sama sekali baru seperti handphone dan laptop, juga kesulitan ekonomi pada tahun 1980-an. Generasi X dinilai sebagai generasi yang mandiri, pekerja keras, berorientasi pada karier, fleksibel, mahir dalam teknologi, logis, banyak akal, dan problem solver (pemecah masalah) yang baik. Generasi Milenial atau generasi Y adalah generasi yang lahir sekitar tahun 1980 hingga tahun 1995 pada saat teknologi telah maju. Mereka tumbuh di dunia yang telah mahir menggunakan media sosial dan juga smartphone sehingga otomatis mereka sangat mahir dalam teknologi. Generasi milenial sering dinilai sebagai generasi yang malas karena sering bermain ponsel. Namun sebenarnya generasi milenial adalah generasi yang memiliki keingintahuan tinggi, percaya diri, dan merupakan generasi yang paling banyak membaca buku. Namun generai milenial sangat rentan terserang depresi serta gangguan kecemasan. Generasi Z adalah generasi yang lahir sekitar tahun 1997 hingga tahun 2000-an. Generasi Z adalah generasi yang masih muda dan tidak pernah mengenal kehidupan tanpa teknologi sehingga terkadang disebut sebagai i-gen. Generasi Z dinilai sebagai generasi yang ambisius, mahir tentang hal digital, percaya diri, mempertanyakan otoritas, banyak menggunakan bahasa gaul, lebih sering menghabiskan waktu sendiri, dan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Generasi Z juga rentan terkena depresi juga anxiety.
Terhadap perkembangan zaman digitalisasi yang sinonim dengan milenial.,tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi kaum religius yang menghayati tri kaul, yakni ketaatan, kemiskinan dan kemurnian. Bahwa kaum religius adalah manusia dan bukan malaikat patah sayap yang jatuh ke bumi. Kaum religius tinggal dan hidup di dunia, maka dia harus mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi, sebab kalau tidak ia akan ketinggalan. Namun, sebagai seorang yang dipanggil secara khusus dengan mengikrarkan dan menghayati tri kaul, maka diharapkan untuk tidak ikut terbawa oleh arus, melainkan ia selalu melakukan discernment. Dengan melakukan discernment, maka akan secara bijak menggunakan apa yang menjadi tren generasi milenial saat ini. Jadi, harus diakui bahwa perubahan zaman digital yang sangat cepat, menyadarkan kaum religius bahwa segala sesuatu didunia ini berubah termasuk kita. Seperti terungkap dalam bahasa latin “tempora mutantur et nos mutamur in illis”, yang artinya: waktu berubah, dan kita berubah di dalamnya. Dan yang tidak berubah hanya Allah dan sabdaNya. Malahan sabda utama menantang generasi digital yakni sabda bahagia yang bersifat kontradiktif, dalam arti tampaknya saling bertentangan, tetapi pada dasarnya mengandung kebenaran yang kekal, misalnya sabda bahagia. Bahwa untuk mencapai kebahagia tidak melalui proses yang instan, melainkan jalan salib. Sebab tidak ada kemuliaan tanpa salib.Namun, Allah selalu menyertai bahkan tinggal didalam karya tangan Nya, teristimewa kita manusia, sehingga kita manusia adalah gambar atau rupa Allah (imago Dei). Namunu walau demikian, kecenderungan generasi milenial/digital adalah hidup dalam sekularisme, yakni Allah tidak berperan apa-apa. Dan ini sangat berbahaya bagi kaum religius, jika tidak bisa melakukan discernment. Oleh karena itu, tanda zaman dgital harus bisa membuka mata kaum religius untuk melihat “Digitus Dei”, jari tangan Allah. Bahwa segala sesuatu berubah, namun seorang religius haruslah “manete in me” (bdk.pokok anggur), yakni Yesus sendiri. Makna perumpamaan itu, adalah (1) persatuan yang erat diatara para murid Yesus, termasuk kaum religius dengan Yesus sebagai syarat mutlak bagi berhasilnya karya misi. Karena diluar Aku kamu tidak bisa berbuat apa-apa (Yoh.15:5). (2). Kebergantungan penuh pada Tuhan (pokok Anggur). (3) dasar pembaharuan kristiani dalam hidup komunitas, dengan meneladani komunitas trinitas. Dan ada 2 kegiatan, agar kita “manete in me”, yakni doa dan perbuatan kasih.

Baca Juga:  Tingkatkan Rasa Persaudaraan, Wakapolres Mabar Kunjungi Mako Koramil 1612-02 Komodo

Akhirnya, tujuan dari retret adalah pembaharuan diri atau pembaharuan hidup. Bahwa hidup harus selalu dibaharui atau update. Oleh karena itu, diera digital ini dengan perubahan yang cepat, diharapkan kaum religius juga berubah, namun jangan berubah ubah. Karena kalau berubah ubah itu berarti ikutan mode. Namun, seorang religius boleh berubah tetapi harus dikuti dengan discernment.Mengapa? Sebab segala sesuatu berubah, tetapi Allah dan SabdaNya tetap.
Sebagaimana kata-kata Heracleitos diatas, segaala sesuatu berubah, kecuali perubahan itu sendiri, yakni Allah dan SabdaNya. Maka yang  bisa kita buat adalah “bersahabat dengan perubahan” itu sendiri, seperti yang dikatakan pujangga yang  bernama Melvin Tolson (1898 – 1966) yang menulis “karena kita hidup, maka alam semesta yang berubah – ubah. Dan untuk memahami perubahan, kita membaca kata-kata Kahlil Gibran (1883 – 1930) “impermanence atau ketidakpermanenan manusia adalah seperti ayat-ayat yang ditulis di atas permukaan sungai. Aliran sungai berubah terus-menerus, yang oleh Heracleitos di sebut dengan istilah Panta Rhei Kai Uden Menei, yang berarti “semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap. Ungkapan Heracleitos ini mengingatkan saya akan cerita seorang bijak meminta kepada seorang tukang emas yang sudah tua renta untuk membuat cincin dan menuliskan sesuatu didalamnya. Sang bijak berpesan “tuliskanlah sesuatu yang bisa disimpulkan dari seluruh pengalaman dan perjalanan hidupmu supaya bisa menjadi pelajaran bagi hidup saya. Berbulan-bulan si tukang emas yang tua membuat cincin tersebut merenung kalimat apa yang patut diukir di cincin emas yang kecil itu. Akhirnya, si tukang emas itupun menyerahkan cincinnya pada sang Bijak.
Dengan tersenyum, sang Bijak membaca tulisan kecil di cincin itu. Bunyinya, THIS too SHALL PASS artinya “YANG INI PUN AKAN BERLALU”).
Awalnya sang Bijak tidak terlalu paham dengan tulisan itu. Tetapi, suatu ketika, tatkala menghadapi persoalan hidup yang pelik, akhirnya dia membaca tulisan di cincin itu “YANG INI PUN AKAN BERLALU”, lalu dia pun menjadi lebih tenang. Ingat:THIS TOO SHALL PASS!!!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *