Nagekeo, gesstur.id – Sejumlah tokoh masyarakat adat Lambo yang terdiri dari Labho, Lele dan Kawa melakukan penyegelan terhadap Kantor Desa Labholewa sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah desa Labholewa yang merupakan unsur pemerintahan paling bawah namun tidak pernah mendengarkan aspirasi masyarakatnya.
Tokoh masyarakat adat ini mengaku kecewa dengan camat Aesesa, Oscar Yoseph Amakae Sina dan Kepala Desa Labholewa, Marselus Ladho yang dianggap tidak aspiratif dalam menanggapi tuntutan masyarakat terkait penolakan lokasi pembangunan waduk Lambo.
Hal ini dikatakan Hendrikus Kota, tokoh masyarakat adat Lambo di Labholewa, Aesesa, Nagekeo hari ini Jumat (24/09/2021).
Menurut Hendrikus Kota, camat Aesesa dan Kepala Desa Labholewa dianggap hanya mengakomodir tuntutan masyarakat pro pembangunan waduk dan mengabaikan tuntutan masyarakat yang menolak lokasi pembangunan waduk lambo, bahkan dalam aksi pengerusakan pagar yang mengelilingi pilar koordinat, kedua pejabat publik ini menjadi motor penggerak kericuhan di lokasi tanah milik masyarakat adat.
“Bagaimana bisa membela masyarakatnya kalau mereka dua berada pada barisan paling depan pembongkaran pagar itu,” kata Hendrikus Kota.
Hendrikus Kota yang akrab disapa Hengky Kota ini melanjutkan para tokoh masyarakat adat ini nekad melakukan aksi penyegelan itu karena menganggap pemerintah telah membohongi mereka terkait pengukuran tanah milik masyarakat adat yang sedianya melibatkan para tokoh adat namun dalam pelaksnaannya ternyata tidak melibatkan mereka.
“Kami merasa telah dibohongi oleh pemerintah terkait pengukuran tanah milik masyarakat adat yang pada awalnya disepakati akan melibatkan tokoh masyarakat adat namun dalam pelaksanaan tidak melibatkan sama sekali,” lanjut Hengky.
Lebih lanjut Hengky dan para tokoh masyarakat adat ini juga meminta BPN Nagekeo untuk memberikan data yang sebenarnya bukan data yang direkayasa kepada mereka untuk mengcross check kembali kebenaran data masyarakat yang telah diukur maupun yang belum diukur tanahnya.
Hengky Kota bersama tokoh masyarakat adat Lambo lainnya menyayangkan peristiwa pembongkaran pagar yang dilakukan secara paksa oleh aparat Brimob di lokasi penanaman pilar koordinat karena di lokasi itu masyarakat adat telah melakukan ritual adat memberi makan para Leluhur.
“Kejadian ini menunjukan kepada kita bahwa aparat Brimob dan BWS sungguh tidak menghormati hak – hak masyarakat adat. Mereka dengan tahu dan mau melakukan aksi pengerusakkan itu,” ujar Hengky.
Pihak tokoh masyarakat adat Lambo menegaskan sesungguhnya tanah itu milik masyarakat adat dan belum ada kesepakatan untuk pelepasan hak sehingga tidak diperkenan kepada siapapun untuk menyerobot masuk apalagi merusak sumber daya alam yang ada di dalam tanah milik masyarakat adat tersebut.
Untuk diketahui tokoh masyarakat adat yang melakukan penyegelan kantor desa Labholewa adalah Hendrikus Kota, Fidelis Denga Baso, Markus Wolo, Bertholomeus Doi, dari tokoh masyarakat adat Labho, Wilhelmus Naka dari tokoh masyarakat adat Lele dan Urbanus Kapu, Vinsensius Kenga, dari tokoh masyarakat adat Kawa ***