“Apalagi, khusus untuk NTT, PKB dan PAN memiliki kader-kader terbaik di Pusat. Ini akan sangat membantu dalam mengkomunikasikan program-program prorakyat maupun bantuan-bantuan dari Pusat untuk masyarakat maupun untuk pembangunan NTT,” imbuh tokoh yang juga dikenal sebagai aktivis ’98.
Politisi kelahiran Kupang ini juga menambahkan, sebagai Wakil Rakyat NTT dirinya telah mendalami berbagai problematika yang melingkupi provinsi kepulauan di Tenggara Indonesia. Perhatian yang berkelanjutan terkait posisinya di DPR RI akhirnya melahirkan komitmen kuat untuk menghadirkan perubahan.
Visi perubahan dan berbagai proyeksi rencana aksi yang telah dicerna Ansy beberapa tahun terakhir, menurut Ansy, akan lebih berdampak luas jika dieksekusi melalui posisi eksekutif atau kepala daerah.
“Komitmen utama saya adalah para perubahan yang berdampak langsung pada masyarakat luas, pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pada pengentasan kemiskinan. Visi ini akan berkaitan langsung dengan kerja nyata, eksekusi di lapangan. Pada level eksekusi, posisi eksekutif akan lebih berdampak baik dari sisi kebijakan, tata kelola anggaran hingga komunikasi langsung dengan pemangku kepentingan yang lebih luas,” urai Ansy.
Beberapa tahun mendampingi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta menjadi pelajaran berharga bagi Ansy dalam hal pembaharuan tata kelola birokrasi. Aspek transparansi, strategi pembangunan daerah hingga integritas personal menjadi bagian dari pelajaran tersebut.
Hal ini diperkuat dengan pengalaman lima tahunnya sebagai anggota DPR RI. Apalagi bidang yang dipercayakan kepadanya (Komisi IV) berkaitan langsung dengan konteks kehidupan masyarakat NTT yang mayoritasnya berprofesi sebagai petani, peternak, dan nelayan.
Alhasil penugasan di DPR tersebut meningkatkan pemahaman Ansy tentang tantangan dan problematika sektoral di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan, termasuk ekosistemnya (lingkungan hidup).
“Pendalaman personal akan masalah sosial-ekonomi masyarakat NTT itulah yang menginspirasi saya untuk meredefinisi NTT sebagai Nelayan Tani Ternak. Realitas kemiskinan di NTT adalah realitas keterpurukan dan minim pemberdayaan kelompok masyarakat ini. Padahal di sektor primer inilah terdapat potensi ekonomi NTT yang belum dikelola dengan baik. Komitmen saya untuk perubahan hidup kelompok Nelayan Tani Ternak ini pula menjadi salah satu motivasi utama untuk maju ke gelanggang eksekutif,” pungkas Ansy.